Setahun yang lalu, saya bersama beberapa rekan kerja mendapatkan tugas kantor untuk mengikuti diklat di sebuah fasilitas pelatihan di Kabupaten Bandung. Selama hampir seminggu kami menghabiskan waktu di sana, tenggelam dalam rutinitas yang jauh berbeda dari keseharian kami: kehidupan yang penuh disiplin dan aktivitas fisik yang intens.

Namun, yang paling berkesan dari pengalaman itu bukanlah jam latihan atau jadwal padat yang harus kami patuhi. Ada satu kegiatan yang hingga kini masih tersimpan manis di ingatan saya: menanam pohon. Di hari terakhir diklat, setiap kelompok diberi kesempatan menanam bibit pohon di lahan khusus. Ada yang menanam pohon mangga, alpukat, dan berbagai bibit buah lainnya. Kelompok saya sendiri kebagian bibit jambu biji (Psidium guajava).

Lokasi yang diberikan untuk kelompok kami terletak di tanah yang sedikit miring, ideal untuk mencegah genangan air saat hujan. Saya berpikir, “Ah, bagus, bibit kami akan punya peluang tumbuh dengan baik.” Kami pun mulai menggali, menanam, dan menyirami bibit kecil itu dengan harapan suatu hari nanti akan tumbuh subur.

Minggu lalu, saya kembali ke fasilitas tersebut untuk menghadiri sebuah acara lintas instansi. Setelah melewati sesi-sesi kegiatan, makan siang, dan beribadah Jumat, saya sempatkan diri untuk menyambangi pohon jambu biji kelompok kami. Tentu ada rasa penasaran, bagaimana kabarnya setelah setahun berlalu?

Sedikit kecewa rasanya melihat kondisi tanaman kami. Tunas-tunas yang dulu hijau kini dihiasi semut yang sibuk menggerogoti pucuknya, sementara beberapa sarang laba-laba terlihat menempel di sana-sini. Tapi, saya tidak begitu terkejut; toh, saya paham bahwa pihak pengelola tidak mungkin merawat setiap tanaman yang ditanam oleh peserta diklat satu per satu. Jadi, sejak dari rumah, saya sudah membawa bekal: pupuk dan vitamin untuk pohon kecil kami.

Setelah membersihkan hama, menaburkan pupuk, dan menyiraminya lagi, ada perasaan lega yang menenangkan. Pohon kami ternyata masih bertahan hidup dan jauh lebih baik daripada beberapa tanaman lain yang tampak layu dan tak terurus. Ada yang bahkan hanya tinggal ranting-ranting kering, seakan menanti waktu untuk benar-benar gugur.

Saya berencana kembali lagi beberapa bulan ke depan. Jika tidak ada urusan pekerjaan atau acara khusus, mungkin saya akan mampir bersama keluarga untuk menikmati suasana alam Bandung yang sejuk. Semoga saat saya kembali, pohon jambu biji kami sudah lebih besar dan—siapa tahu—mulai berbuah, siap untuk saya nikmati dan ceritakan kepada teman-teman.