Akhirnya beberapa buah tanaman luffa yang saya tanam seperti yang sudah saya tulis di tulisan sebelumnya mulai menampakkan tanda-tanda sudah bisa dipanen. Hal ini memang wajar, mengingat umur tanaman ini sudah lebih dari empat bulan sejak pertama kali saya semai. Dua buah spons alami ini sudah mulai berubah warna menjadi kekuningan dengan sedikit bercak cokelat. Tanpa menunggu lama, saya putuskan untuk segera petik, sebelum membusuk atau dimakan ulat.

PEMANENAN LUFFA
Tanda-tanda Luffa Aegyptiaca yang sudah layak panen, selain dari warnanya, adalah bobot buah yang semakin ringan. Ketika ditekan, buah terasa lembek dan kosong karena kadar air yang berkurang akibat proses pengeringan.
Selain itu, saat digoyang, akan terdengar bunyi biji-biji di dalam buah, pertanda biji sudah kering dan terlepas dari serat. Ini terjadi karena membran yang melekatkan biji pada daging buah mulai mengering.
Memanen tanaman ini cukup sederhana. Petik buah dari tangkai tanaman, lalu kupas kulitnya. Proses pengupasan ini mudah karena daging buah sudah menyusut, membuat kulitnya mudah dilepaskan. Kulit yang dikupas bisa dibuang atau diolah menjadi kompos.

PENGOLAHAN
Pada tahap pengolahan, langkah pertama adalah mengeluarkan semua biji dari dalam buah. Ini agak sulit karena banyak biji yang terselip di sela-sela serat bagian dalam. Agar dapat dipakai sebagai alat mandi, pastikan tidak ada biji yang tertinggal di dalam serat buah.

Setelah biji dikeluarkan, tahap berikutnya adalah mencuci spons dengan deterjen. Cukup rendam dan gosok lembut untuk menghilangkan sisa-sisa lendir pada serat.
Langkah terakhir adalah pengeringan. Saya menjemur spons di bawah terik matahari karena cuaca di Bekasi hari itu cukup mendukung. Setelah kering, spons bisa disimpan di tempat yang kering atau langsung digunakan sebagai alat mandi.
[caption id="attachment_776" align="aligncenter" width="1024"]
MEMANFAATKAN HASIL SAMPING TANAMAN LUFFA
Tidak ada produk sampingan dari panen tanaman ini selain kulit buah yang saya jadikan kompos. Namun, saya mencoba memanfaatkan biji-bijinya yang berlimpah. Daripada semuanya digunakan untuk bibit, saya putuskan mencoba membuat kuaci dari biji luffa.
Biji-biji tersebut saya bersihkan, keringkan dengan tisu, lalu saya panggang di air fryer selama 30 menit pada suhu 180 derajat Celsius.
Hasilnya? Mengecewakan. Berbeda dari biji melon yang lebih umum untuk kuaci, biji luffa ini bentuknya lebar dan tipis sehingga sulit dibuka. Jika berhasil dibuka pun, rasanya cenderung pahit dan kurang enak. Mungkin memang tidak semua jenis biji dari keluarga labu cocok untuk dikonsumsi.

Akhir kata, saya merasa proyek menanam luffa ini cukup sukses. Musim depan akan saya ulang kembali dengan berbagai perbaikan berdasarkan pengalaman kali ini. Semoga hasil panennya akan lebih maksimal sehingga lebih banyak teman dan keluarga yang bisa saya “upgrade” peralatan mandinya dengan luffa dari kebun saya (atau mungkin bisa jadi ladang bisnis? Who knows).
1 comment
Mantap kali ini apa aja bisa ditanam dan berbuah.