Tahun lalu saya melihat pemandangan menarik di supermarket, ada seonggok buah jeruk dengan kulit jingga cerah. Di atasnya terpampang bahwa namanya adalah “Jeruk Cara Cara” dan dihargai di kisaran Rp3500 per 100 gram, kira-kira setara dengan harga melon Sweet Net. Hal menariknya? Jeruk ini memiliki bulir berwarna merah cerah!
Rasa jeruk ini kurang lebih sama dengan jeruk Sunkist pada umumnya, mungkin sedikit lebih manis. Jenis jeruk ini juga tidak memiliki biji, salah satu nilai plus untuk bagi yang suka dengan pengalaman makan jeruk yang praktis tanpa harus membuang bijinya. Saking menariknya varietas jeruk ini, tidak butuh waktu lama bagi saya untuk langsung memesan bibitnya di online marketplace.
Tidak bisa dipungkiri, awalnya saya memang sedikit ragu untuk menanam jeruk jenis impor di kebun rumah saya yang merupakan dataran rendah, hanya belasan meter di atas permukaan laut. Namun karena jeruk adalah buah yang sangat suka sinar matahari, agaknya saya bisa memaksimalkah pertumbuhannya di kebun saya, walaupun mungkin nanti harus ada perlakuan khusus.
Daftar Isi
Asal Usul Jeruk Cara Cara
Setelah menghabiskan beberapa waktu untuk mengumpulkan informasi, saya mendapati bahwa jeruk Navel Cara Cara adalah varietas yang berasal dari mutasi pada jeruk Navel (Citrus sinensis). Jeruk Navel sendiri adalah kultivar jeruk manis yang memiliki “pusar” di bagian bawah buahnya (maka dari itu dia dinamakan “Navel”).
Karena merupakan mutasi dari jeruk Navel, jeruk ini tentu saja memiliki banyak kesamaan dengan jeruk Navel pada umumnya. Kedua jenis jeruk ini memiliki bentuk buah yang identik, sama-sama tidak memiliki biji, dan juga rasa yang manis.
Perbedaan Jeruk Cara Cara dengan Jeruk Navel Biasa
Walaupun banyak kesamaan, jeruk ini tetaplah hasil mutasi dari jeruk Navel. Jeruk navel biasa memiliki daging buah berwarna oranye cerah khas jeruk pada umumnya, sedangkan jeruk Cara Cara menampilkan warna daging yang merah muda hingga kemerahan, menyerupai jeruk Bali.

Warna ini berasal dari kandungan likopen, pigmen yang juga ditemukan buah-buahan lain seperti tomat, semangka, dan jambu biji merah. Dari segi rasa, jeruk Navel biasa menawarkan rasa manis yang biasa ditemukan pada jeruk-jeruk impor lainnya. Sementara itu, jeruk berbulir merah memiliki profil rasa yang lebih kompleks, tetap manis, tetapi dengan sentuhan rasa berry yang lembut, memberi cita rasa tersendiri bagi yang mencobanya.
Proses Bercocok Tanam
Pencarian Bibit Cara Cara
Saya membeli bibit jeruk ini di Tokopedia. Saya temukan satu penjual yang menjual bibit dengan klaim “grafted” atau hasil okulasi, katanya berasal dari indukan yang sudah berbuah. Harganya Rp75.000 per bibit, cukup mahal jika dibandingkan dengan bibit jeruk varietas lain yang bahkan hanya Rp10.000 per bibit. Namun saya anggap ini harga yang wajar, karena jeruk cara-cara memang belum umum di pasaran.
Yang sempat membuat saya ragu, seller ini belum punya banyak reputasi. Belum ada banyak ulasan atau pembeli sebelumnya, jadi saya sempat ragu, apakah ini bibit benar-benar asli Cara Cara? Namun tidak ada salahnya mencoba. Karena belum memiliki banyak reputasi bukan serta merta berarti memiliki reputasi yang buruk.
Begitu bibit datang, saya cukup senang karena kondisinya sehat dan daunnya masih segar meskipun dikirim dari Kota Malang, cukup jauh dari tempat saya tinggal. Saya langsung menyiapkan media tanam di poybag ukuran sedang. Soal media tanam, saya menyediakan media tanam yang gembur, campuran tanah kebun, arang sekam, cocopeat, dan kompos. Diharapkan dengan kandungan bahan organik yang tinggi di media tanam ini, pertumbuhan awal bibit jeruk mutan saya ini bisa maksimal.
Perawatan
Setelah proses penanaman dan saya biarkan tumbuh dengan hanya pupuk organik, saya sampai ke tahap perawatan lanjutan. Di saat sudah banyak cabang yang tumbuh, ditambah lagi ukuran batang utama telah sebesar jari telunjuk, saya mulai menambahkan pupuk NPK 16-16-16 untuk mempercepat pertumbuhan. Pupuk ini saya berikan sekali dalam dua minggu, dengan diselingi pupuk kompos atau kotoran cacing (vermicompost) di dua minggu berikutnya.
Saya perhatikan tanaman tumbuh cukup sehat. Daunnya hijau, batang mulai mengayu, dan tajuknya telah terbentuk cukup rapi. Namun, bukan berarti semuanya berjalan mulus. Sekitar bulan ke-6, saya mendapati adanya gangguan hama berupa kutu perisai di batang utama. Saya mencoba menyemprotkan neem oil (minyak mimba) sebagai langkah awal penanganan alami. Efeknya tidak instan dan kutunya tidak langsung hilang, tapi cukup menekan populasi agar tidak menyebar lebih luas. Saya ulangi penyemprotan beberapa kali, sambil membersihkan batang secara manual dengan digosok menggunakan spons.
Reproduksi
Pada umur satu tahun setelah pertama kali ditanam, saya melihat mulai muncul bunga-bunga kecil di beberapa ujung ranting. Jumlahnya cukup banyak untuk pohon seusia itu. Senang? tentu saja, karena banyak yang bilang jeruk hasil okulasi bisa mulai berbunga dalam 1–2 tahun. Tapi dibalik itu, saya melihat cukup banyak bunga yang rontok sebelum sempat menjadi buah. Setelah mencari info ke beberapa sumber, ternyata ini adalah hal yang wajar, karena bisa jadi pohon belum sepenuhnya siap menopang pembuahan.
Tapi buat saya itu tidak masalah. Walaupun putik buah yang tersisa tidak lebih dari sepuluh, saya tetap akan rawat, karena misi yang paling utama sekarang adalah memastikan bahwa tanaman yang saya rawat ini adalah benar-benar jeruk Cara Cara.
Tiga bulan berlalu, bunga tumbuh menjadi buah kecil. Salah satu buah jeruk sudah mulai sebesar telur ayam. Dan yang membuat saya makin senang, saya bisa melihat ada “pusar” di bagian bawah jeruknya, menandakan bahwa kemungkinan besar jeruk ini benarlah jeruk Cara Cara.

Panen
Di bulan keenam setelah bunga muncul, buah sudah mulai terasa lunak, menandakan sepertinya sudah bisa dipanen. Perlu dicatat, kebanyakan jenis buah jeruk tidak akan bisa berubah menjadi kuning pada saat matang jika ditanam di daerah tropis, khususnya dataran rendah. Dari yang saya baca, agar kulit jeruk bisa menjadi kuning atau jingga pada saat matang, pohon jeruk harus terpapar pada suhu dingin secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kondisi ini akan menyebabkan klorofil yang ada pada kulit jeruk menjadi hancur dan digantikan oleh warna kuning/jingga. Namun walaupun hijau, rasanya akan sama dengan jeruk berkulit jingga yang matang di dataran tinggi.

Ikhtiar saya terbayangkan ketika membuka buahnya. Warnanya bulirnya merah, rasanya manis, dan cukup berair. Ada sedikit sensasi segar yang saya rasakan, sekaligus aroma jeruk yang kuat. Tidak butuh lama, buah jeruk Cara Cara hasil panen ini langsung saya potong dan dijadikan food platter, disandingkan dengan kiwi yang saya beli di pasar.

Kesimpulan
Saya menikmati betul proses bercocok tanam jeruk Cara Cara ini. Hasil panen, walaupun hanya sedikit, cukup menjadi imbalan yang setimpal dengan tenaga dan waktu yang saya luangkan. Pohon jeruk ini akan tetap saya rawat, bahkan bisa saja di kemudian hari akan saya perbanyak dengan okulasi untuk dikebunkan dengan skala yang lebih besar. Tidak lupa, saya berterima kasih kepada penjual di toko online yang sudah menjual bibit yang valid dan sesuai dengan yang diiklankan.
Berikut penilaian saya untuk jeruk Cara Cara
- Ukuran buah cukup besar
- Rasa buah enak dan unik
- Perkembangan dan pertumbuhan pohon cukup cepat
- Rawan hama, butuh perhatian khusus
- Produksi buah tidak begitu banyak (mungkin karena baru pertama kali berbuah)
- Pematangan buah cukup lama (6-9 bulan setelah bunga muncul)